BAB XXI
PENUTUP
Dengan demikian berakhir sudah dialog antara Prabu Janaka dan Resi Ashtavakra dalam karya sastra suci yang disebut Ashtavakra-Gita atau juga sering dikenal di India sebagai Samhita Ashtavakra. Pada bait terakhir Samhita-Gita ini terdapat suatu pesan bagi masyarakat dunia dan kita semua dari Sang Jati Diri, dan sebagai Sang Jati Diri itu sendiri. Para ahli menyimpulkan tidak ada eksistensi maupun non-eksistensi. Sang Jati Diri adalah Kesadaran Yang Menghidupi dan menyinari pengalaman-pengalaman kehidupan kita semua, dan Ia tidak bisa disebutkan sebagai bersifat “dualistik” atau non-dualistik” …. Karena semua konsep-konsep ini hanyalah benar kalau ditinjau dari sisi duniawi (karena adalah hasil pemikiran manusia itu sendiri).
Sebagai kesimpulan akhir dari ke-empat belas bait ini, Raja Janaka secara spontan berkata, “Tidak sesuatupun sebenarnya berasal dariKu”.
Seluruh kebenaran dialog dan intinya ini juga tersirat jelas di berbagai literatur Upanishad, Yoga-Vashista, Bhagavat-Gita, Avadutha-Gita, dan Vivekachudamani dan banyak karya sastra suci lainnya.
Resi dan sekaligus seorang filsuf mistik, Ashtavakra, diakui sebagai seorang ayah, atau malaikat penuntun, pencetus dari Teori Avaitik yang Agung yaitu yang juga disebut sebagai Teori “Non-asal-mula”. Beberapa waktu kemudian (di era tersebut), Resi Gaudapada menjabarkan teori di atas ini secara lebih lanjut dalam maha karyanya yang teramat agung yang dikenal sebagai Mandukya Karika.
Akhir kata semoga buku yang sederhana ini yang sengaja diterjemahkan tanpa tafsiran, dapat bermanfaat bagi mereka-mereka yang intelek (budhi)nya murni dan sedang meniti atau sudah berjalan di jalan spiritualnya. Para pencari jalan kebenaran yang telah mencapai tahap-tahap tertentu, yang baginya berbagai aktifitas ritual walaupun masih dianggap penting, tetapi lebih mendambakan untuk bertemu, bersatu dan berkasih-kasihan dengan Sang Jati Dirinya Yang Hakiki, darimana ia merasa berasal dan ia juga merasakan bahwa selama ini ia diayomi dan dituntun dan akhirnya akan melebur kembali kedalamnya. Karya ini boleh saja dipelajari oleh siapa saja, tetapi sia-sia saja untuk diperdebatkan sebelum dihayati dengan baik, karena selama ratusan bahkan ribuan tahun dan sampai saat ini karya ini masih menjadi bahan diskusi dan pelajaran bagi pendamba kebenaran.
Sebaiknya sidang pembaca memakai intuisi yang paling dalam yang berada di lubuk sanubarinya untuk mencoba memahami karya ini. Tentunya penuntun spiritual amatlah sangat dibutuhkan agar seseorang dapat mempertajam rasa dan penalarannya akan karya ini. Untuk itu disamping guru-guru penuntun sebaiknya seorang paling sedikit sudah mempelajari Bhagavat-Gita sebelum mempelajari buku ini.
Kami tutup penjelasan ini dengan sebuah seloka yang terdapat di Kavalyopanishad yang berbunyi seperti berikut, “Melalui iman, bakti dan meditasi dikau akan mengenalNya sendiri”. Jangan lupa bermeditasi, dhyana, sembahyang secara keyakinan anda masing-masing, karena mengabaikan itu semua adalah perbuatan yang sia-sia saja. Mohon maaf untuk kesalahan dalam bentuk apapun juga yang terdapat di karya ini dan mohon koreksinya agar dimasa mendatang karya ini bisa tampil dengan lebih sempurna lagi.